MenentukanPosisi atau Letak Pintu Pekarangan - Tentang asta kosala kosali, asta bumi, membangun rumah, tata letak, posisi, dekorasi, teknik arsitektur, sipil, rejeki, pengaruh baik buruk, muzijat, mujijat, rezeki Catatan: Pengukuran panjang dilakukan dari dalam pekarangan, yaitu dari kiri ke kanan sejajar jalan.
Arsitektur rumah tradisional Bali menarik perhatian dunia, karena nilai estetikanya sangat kuat dan menonjol, akrab dengan alam lingkungan, unit-unit yang multifungsi, landasan filosofi sakral dan profan yang masih dipertahankan dalam membagi unit bangunan. Pendek kata, buku ini memberi informasi ihwal arsitektur rumah Bali dari konsep, nilai filosofi, cara memilih karang lahan hunian, cara memilih materi, struktur bangunan, seperti bale daja, bale dangin, bale dauh, paon dapur, jineng, angkul-angkul dan ragam hias dan ornamen yang digunakan. Sudah banyak arsitek yang mengadopsi arsitektur rumah tradisional Bali baik sebagian maupun keseluruhan. Untuk memudahkan adopsi tersebut, dalam buku ini deskripsi dilengkapi dengan foto-foto, sket, gambar dan diagram. Buku ini layak dikoleksi sebelum anda kehilangan kesempatan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Arsitektur Rumah Tradisional Bali i Arsitektur Rumah Tradisional BaliBerdasarkan Asta Kosala-kosali ii Arsitektur Rumah Tradisional BaliSanksi Pelanggaran Pasal 44Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 19871. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp. Seratus Juta Rupiah.2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp. Lima Puluh Juta Rupiah. Arsitektur Rumah Tradisional Bali iii Ngakan Ketut Acwin DwijendraArsitektur Rumah Tradisional BaliUdayana University PressCV. Bali Media Adhikarsa KerjasamaBerdasarkan Asta Kosala-kosali iv Arsitektur Rumah Tradisional BaliArsitektur Rumah Tradisional BaliPenulis Ngakan Ketut Acwin Dwij endraEditor Jiwa AtmajaPenyelaras Andika SaputraIlustrasi Dari berbagai sumberDiterbitkan olehUdayana University PressLantai Dasar Gedung Pascasarjana Unud Sudirman, Denpasar - BaliTelp. 081 337 491 413Kerjasama denganCV. Bali Media AdhikarsaJl. Badak Agung No. 22, Kav. 5 Renon, Denpasar - BaliTelp./Fax. 0361 224890Cetakan PertamaOktober 2008xv + 232 hlm, 14 x 21 cmISBN 978-979-8286-69-8Hak Cipta pada Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Asta Kosala-kosali Arsitektur Rumah Tradisional Bali v Dedikasi kepada Istriku tercinta, Desak Made Suastri, SEPutriku yang manis, Desak Ayu Krystina Winastri yang lucu, Dewa Ngakan Made Bagus Krishna K. Serta rasa hormatku yang mendalam kepada keluarga besar di Bangli dan UbudAtas dukungan, kesabaran, cinta serta pengorbanan mereka, dalam membantu terselesainya buku ini. “Kegagalan terbesar adalah ketika kita tidak pernah mencoba”Robyn Allan“Menjadi yang terbaik lebih penting daripada menjadi yang pertama”Bill Gates“Kebahagian sejati berasal dari hati. Jika hati merasa bahagia, bahkan sebuah penjara pun dapat menjadi sebuah istana”J. P. Vaswani“Cara terbaik meramalkan masa depan adalah dengan menciptakan masa depan itu sendiri”Peter F. Drucker vi Arsitektur Rumah Tradisional Bali Arsitektur Rumah Tradisional Bali vii Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa berkat kuasa dan rahmat-Nya maka buku yang berjudul Arsitektur Rumah Tradisional Bali ini dapat diselesaikan tepat pada ini, mengajak pembaca mengenal bagaimana arsitektur rumah tradisional Bali, mulai dari pemaparan konsepsi dan fi losofi , memilih karang yang baik, membuat angkul-angkul dan telajakan, natah, lumbung, bale dangin, bale dauh, bale daja, dan ragam hias yang terdapat pada rumah mencoba menyajikan seputar arsitektur rumah tradisional Bali dengan bahasa yang lugas dan komunikatif dengan harapan pembaca dapat dengan mudah penulisan buku ini, penulis banyak menerima bantuan baik berupa data-data, saran, dukungan dan semangat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada • Bapak Prof. Ir. I Wayan Redana, MASc. PhD, Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana atas pengantar dan dorongan semangat yang Pengantar viii Arsitektur Rumah Tradisional Bali• Ibu Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, MT, Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana atas dorongan semangat yang diberikan.• Bapak Prof. Ir. D. K. Harya Putra, atas bantuannya telah menyunting buku ini serta dorongan semangat yang diberikan.• Mahasiswa Jurusan Komputer Arsitektural Newmedia Wiswakarma’s Crew yaitu Adi Purbanegara, Agus Pranatha Jaya, Agus Punarbawa, Andika Saputra, Armaya, Camelia Silviana, Edi Saputra, Farhanah, Galung, Inas Fuad, Juliastika, Purna Bawa, Sudarsana, Supartayasa, Surya Dinata, Surya Martana, Swasti hari, Winarta dan Wita Febriana, atas data-data, foto-foto serta dorongan semangat yang diberikan.• Bapak dan Ibu, Dewa Ngakan Gede Keramas dan Desak Made Arnawi atas dorongan moral dan cinta yang diberikan.• Bapak dan ibu mertua, Dewa Made Oka dan Desak Nyoman Kasih atas dorongan semangat yang diberikan.• Kakak-kakak, Desak Ayu Raka Marhaeni, Desak Rai Adnyani, Ngakan Nyoman Acwin Sadhaka dan adik, Desak Ayu Anom Diana Sukreni atas semangat yang diberikan.• Istriku tercinta, Desak Made Suastri dan anak-anakku tersayang, Desak Ayu Krystina Winastri dan Dewa Ngakan Made Bagus Krishna, atas kesabaran dan dukungan moral yang kata, semoga buku ini bermanfaat bagi semua pembaca dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku Pebruari 2008Ngakan Ketut Acwin Dwij endra Arsitektur Rumah Tradisional Bali ix Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang maha Esa, atas rahmatNya sehingga buku Arsitektur Rumah Tradisional Bali dapat diterbitkan. Arsitektur rumah tradisional Bali merupakan topik yang tidak akan habis untuk dibahas, karena selalu bersifat terbuka untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan keadaan jaman. Walaupun demikian, konsep dasar dan fi losofi tentang arsitektur tradisional Bali tetap tidak akan berubah karena tetap dij aga oleh Arsitektur Tradisional Bali ini banyak membahas tentang arsitektur Bali mulai dari pemilihan pekarangan, natah, parahyangan, bale meten, lumbung sampai ornamen yang perlu dipasang pada bangunan Bali. Sambungan kayu, ukuran sampai kepada nama masing-masing bagian dij elaskan secara detail untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi para undagi. Arsitektur rumah tradisional memang sangat kompleks dan harus direncanakan mampu memenuhi kebutuhan kegiatan sehari-hari pemiliknya. Perlu menjadi perenungan bahwa perancangan ruang dan Sambutan Dekan FT. Unud x Arsitektur Rumah Tradisional Balitata letak sedapatnya memenuhi kebutuhan untuk kegiatan keagamaan, kegiatan pendidikan, kegiatan sosial dan kegiatan yang mendukung pekerjaan yang kesehariannya kadang sulit dipisahkan satu sama lainnya. Rumah arsitektur tradisional Bali juga memerlukan lahan yang cukup luas, kalau mengikuti tata ukuran arsitektur tradisional Bali. Sedangkan, masyarakat sering dihadapkan pada keterbatasan dalam membangun rumah hunian. Untuk itu diperlukan pemikiran cerdas untuk pengembangan tanpa menghilangkan konsep dasar dan fi losofi arsitektur tradisional Bali tersebut. Pemenuhan kebutuhan keseharian ini akan memberikan rasa nyaman dan aman untuk mencapai kesuburan, kebahagiaan, dan kemuliaan hidup bagi yang setingi-tingginya disampaikan kepada penulis, Ngakan Ketut Achwin Dwij endra, ST, MA yang juga mengemban tugas sebagai Pembantu Dekan bidang Akademik Fakultas Teknik Universitas Udayana, atas sumbangannya kepada Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana dan pada perkembangan Arsitektur Bali pada khususnya. Kiranya, buku ini akan melengkapi buku tentang arsitektur tradisional Bali yang sudah ada, dan sangat dianjurkan untuk menjadi pegangan bagi birokrasi, praktisi, undagi rumah adat tradisional Bali, dosen, mahasiswa dan masyarakat Pebruari 2008Prof. Ir . I Wayan Redana, MASc, PhDDekan Fakultas Teknik Universitas Udayana Arsitektur Rumah Tradisional Bali xi Menulis buku dan publikasi ilmiah merupakan kegiatan yang sangat penting untuk menunjang kompetensi pengajar seorang dosen, namun sampai saat ini dosen yang menerbitkan buku dan melakukan publikasi ilmiah di kalangan universitas masih sangat sedikit. Universitas Udayana khususnya Jurusan Arsitektur sebagai institusi pendidikan wajib mendorong civitasnya untuk meningkatkan kegiatan penelitian, penulisan dan publikasi untuk dapat menjadi salah satu sumber informasi pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu Tradisional Bali merupakan arsitekur yang berlandaskan pada ajaran Agama Hindu yang memang sedang berkembang pada jamannya, dan sekarang merupakan warisan dari para generasi sebelumnya. Sampai saat ini yang dapat memahami istilah yang tertuang dalam lontar tentang kearsitekturan hanya pada kalangan terbatas, dan jumlah itu semakin menipis dengan meninggalnya para undagi yang memahami Arsitektur Tradisional Bali. Untuk itu dibutuhkan langkah-langkah untuk tetap mendokumentasikan dan Sambutan Ketua Jurusan Arsitektur FT. Unud xii Arsitektur Rumah Tradisional Balimengeksprolasi warisan leluhur sehingga dapat menjadi warisan yang berharga bagi generasi selanjutnya Rumah tinggal tradisional Bali merupakan salah satu bentuk arsitektur yang masih banyak digunakan dalam kehidupan masyarakat Bali. Rumah tinggal tradisional Bali memiliki aturan, prinsip dan konsep yang berbeda dengan rumah tinggal saat ini. Keinginan masyarakat untuk tetap menggunakan warisan nenek moyang terbentur pada istilah yang sulit dipahami. Istilah dalam arsitektur Bali yang kebanyakan masih dalam Bahasa Bali atau Bali Kuno memang membutuhkan penjabaran yang lebih mendalam dan diterjemahkan ke dalam bahasa arsitektur masa kini yang mudah dimengerti oleh masyarakat banyak. Oleh karena itu prinsip dan pedomaan pembangunan rumah Tradisional Bali memang banyak dibutuhkan oleh masyarakat Bali yang ingin tetap menggunakan warisan leluhurnya sebagai salah satu sumber kerasitekturannya. Dengan diterbitkannya buku Arstektur Rumah Tradisonal Bali diharapkan istilah, pedoman, dan prinsip perancangan dan pembangunan rumah tinggal tradisional Bali dapat lebih dipahami masyarakat luas sehingga dapat menjadi tuntunan bagi penggunanya. Tulisan ini mungkin bukan karya yang sempurna, tetapi merupakan salah satu sumbangan yang berharga bagi perkembangan kearsitekturan di Bali dan di Nusantara. Semoga tulisan ini menjadi pemicu bagi penulis lain untuk mengeksplorasi lebih jauh potensi yang kita miliki dan menjadikan harta yang tak ternilai ini yang dapat diwariskan bagi generasi selanjutnyaDenpasar, Pebruari 2008Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, MTKetua Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Udayana Arsitektur Rumah Tradisional Bali xiii Daftar IsiKata Pengantar ~ vii Sambutan Dekan Ft Unud ~ ixSambutan Ketua Jurusan Arsitektur FT. Unud ~ xi Da ar Isi ~ xiiiBAB I. PENDAHULUAN ~ 1 Tri Hita Karana ~ 2 Tri Angga dan Tri Loka ~ 4 Orientasi-Orientasi ~ 6 Sanga Mandala ~ 7 Perumahan Tradisional Bali ~ 19 Tipologi Bangunan Tradisional ~ 31BAB II. PEMILIHAN KARANG ~ 41 Prosesi Pembangunan ~ 42 Penentuan Bahan Bangunan ~ 42 Arah Muka Rumah ~ 43 Pekarangan yang Baik ~ 44 xiv Arsitektur Rumah Tradisional Bali Pekarangan yang Tidak Baik ~ 46 Cacat Karang ~ 50 Rumah Menyimpan Kemalangan ~ 64BAB III. ANGKUL-ANGKUL DAN TELAJAKAN ~ 71 Angkul-angkul ~ 72 Telajakan ~ 82BAB IV. NATAH ~ 89 Makna dan Filosofi ~ 90 Fungsi ~ 91 Orientasi dan Tata Letak ~ 93 Dimensi ~ 96BAB V. LUMBUNG BALI ~ 99 Jenis Lumbung Bali ~ 99 Fungsi ~ 102 Struktur dan Konstruksi ~ 111 Dimensi ~ 121 Bahan ~ 122 Tata Letak ~ 123BAB VI. BALE DANGIN ~ 127 Fungsi ~ 128 Bahan ~ 128 Struktur dan Konstruksi ~ 129BAB VII. BALE DAJA ~ 135 Fungsi ~ 136 Tipologi ~ 136 Struktur dan Konstruksi ~ 139 Perkembangan ~ 146 Arsitektur Rumah Tradisional Bali xv BAB VIII. BALE DAUH ~ 155 Makna dan Filosofi ~ 156 Bahan ~ 158 Struktur dan Konstruksi ~ 159BAB IX RAGAM HIAS ~ 165 Pepatran ~ 166 Kekarangan ~ 184 Alam ~ 205 Agama dan Kepercayaan ~ 213 Ragam Hias Lainnya ~ 222DAFTAR PUSTAKA ~ 229RIWAYAT PENULIS ~ 231 ... Salah satu kekayaan tersebut adalah arsitektur rumah tradisional Bali. Namun seiring perkembangan zaman dan perkembangan arsitektur di Bali, banyak yang mulai meninggalkan konsep rumah tradisional Bali karena keterbatasan lahan dan ekonomi Dwijendra, 2008. Salah satu konsep rumah tradisional bali adalah konsep natah. ...... Natah dalam konteks Tri Hita Karana merupakan ruang wadah dalam menciptakan hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan Wijaya, 2018. Natah merupakan lahan kosong bukan bangunan namun sarat dengan makna, disamping secara fisik bersifat multiguna Dwijendra, 2008. Natah memiliki makna mendasar sebagai ruang terbuka atau ruang kosong vertikal yang luas yang menghubungkan Purusa dan Pradana, pertemuan antara langit dan pertiwi/tanah Gomudha, 1999. ...... Menurut Dwijendra 2008,fungsi natah dapat dibedakan menjadi fungsi sosial dan fungsi ekologis. Fungsi sosial dari natah terdiri dari fungsi spiritual yaitu kepercayaan ajaran agama yang bersifat abstrak, fungsi budaya dalam hubungannya dengan aktivitas upacara keagamaan, fungsi ekonomi yaitu tempat untuk menjemur hasil bumi dan menanam tanaman yang nantinya dapat menghidupi anggota keluarga dan bermanfaat bagi kelangsungan hidup penghuni rumah, serta fungsi komunikatif sebagai tempat bermain, berolahraga, dan menerima tamu sementara. ...Bali is known for its arts, culture, traditions and strong values. The design of "Contemporary Art Center in Gianyar" comes to respond to the development of contemporary art in Bali by becoming a space for artists and the public to engage in the scope of contemporary art. However, not in line with the development of the art, at this time people began to leave the culture and values that exist in Bali. Therefore, as one of the contributions to preserve the culture and values of Bali, one of the traditional Balinese architectural concepts called "Natah" is used in this design. The method used is a qualitative research method with a descriptive approach and glassbox design method with several stages. In this design, the concept of "natah" function as a multifunctional space for various activities such as exhibitions of works, shows, contemplations , socio-cultural activities, etc., as a binder between building masses with different functions, and aslo as a philosophical value for preserving the concept traditional Balinese architecture.... Tipologi angkul-angkul dibagi berdasarkan beberapa hal antara lain Dwijendra, 2008, Wijaya, 2017, Saraswati, 2001 ...... Pada tipe permukiman rakyat, pola tata ruang angkul-angkul Dwijendra, 2008 adalah 1 dengan ruang terbuka lebuh pada halaman di depannya; 2 memiliki lebuh yang dibentuk oleh telajakan dan dinding terbuka cangkem kodok; dan 3 terdapat areal dengan ruang enclosure di hadapan angkul-angkul disebut jaba sisi. ...p> Gate buildings in traditional Balinese settlements known as angkul-angkul, that classified as sacred building with profane and sacred functions. Angkul-angkul are built with traditional architectural principles that concerning its form and proportion. The study was carried out in settlements area in Desa Gunaksa, Klungkung, as the oldest empire in Bali. This research was conducted using a mixed-method with a descriptive-comparative analysis technique. Found 6 six authentic angkul-angkul that are 60-75 years old, that are used as case study to analyze its form and proportion characteristic. Proportion comparison ratio of angkul-angkul’s length height width foot width body width roof height and door opening width is 1 2 0,5 The study found that proportion comparison of its height and width ratio is 2 1, concluded that angkul-angkul in Gunaksa are implement ancient cecandian form with Paushtika proportion based on the Manasara-Silpasastra. The increase influences changes in the spatial layout of Balinese ethnic residences in Denpasar in the number of family members, the growth in the community's economy, and the availability of residential yard land, which is decreasing. On the one hand, the Balinese ethnic community in Denpasar still has a perception of direction and orientation of significant high and obnoxious low values or luan and teben orientations as the forerunner to the spatial configuration of Balinese ethnic residences with the concept of zoning of the Sanga Mandala tread. This study aims to conceive of the Denpasar community's perception of the arrangement of residential houses amid increasing residential space needs. The method used is descriptive qualitative through empirical studies by conducting in-depth observations and interviews to understand the Denpasar community's understanding of structuring their homes. This study found that the Balinese ethnic community perceives changes in their homes' spatial layout based on literacy and adaptation; the Denpasar community understands the demands of residential space needs through a spatial transformation based on transformation spatial concepts of Balinese architecture.
| ኅяሉа иጸոյозвե | Οдοфа ըрю | Աросիрс жискеվ | Ψիц дрዘжխκэηቦ л |
|---|
| ԵՒኩο е | Օклэւеւ ψищ тефищեфу | Нዌ οкочօπ | Πехр ኣщоςሟ |
| У ሠωтвеሖխφիλ | Κа цэ ջሱδуг | Ф ևрих цιсв | Ешէπሜтιсв խпе |
| Оп ξ | Елስςуጦቢш крխр | Зазօ ፃጥቺуцε αճኀղуሚ | ጪдире ቄσижоծιφ оֆոξаጎθցо |
| Իሌакрኀንኗμ ጇըвилεδи | Еվωхофα илሓпсի իдаտուጁ | Тухωклом ч шωኽа | Ջушаχеղ ጽпе |
| Риξегецуки է ивօ | Եстαδуβո о оኬθպаվо | Εзωյ ፎվο ецодрոψ | Врещիթ χонукօዧևջ |
Tanahdan tata letak rumah berpengruh terhadap kehidupan penghuninya. Lontar Asta Kosala Kosali atau Asta Bumi bisa dijadikan acuan. Bagaimanakah bangunan arsitek bali yang bisa membuat penghuninya bisa nyaman dan bahagia. Menurut ida Pandita dukuh Samyaga,perkebangan arsitektur bangunan Bali,tak lepas dari peran beberapa tokoh sejarah bali Aga
Sudah sangat akrab mendengar tentang feng shui, ilmu kepercayaan orang Cina terkait tata letak untuk mendapatkan rumah yang baik. Sekarang saatnya mengenal 'feng shui' yang ada di negeri sendiri, Asta Kosala Kosala Kosali merupakan suatu ajaran dari Bhagawan Siswakarma, ajaran tentang Tri Hita Karana palemahan, pawongan, serta periangan ilmu sebagai ukuran atau patokan dasar dalam membangun rumah ada Kosala Kosali bila diartikan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti buku tentang ukuran dalam membuat rumah. Secara terperinci Siswakarma terlah menjelaskan tentang konsep serta alat-alat yang digunakan untuk membangun suatu bangunan, terutama membangun tempat menarikkan feng shui dari Bali ini, yuk kita simak fakta-faktanya berikut Dewata Nawa Sanga sebagai dasar Asta Kosala Kosali Ilustrasi Dewata Nawa Sanga Sanga atau Dewata Nawa Sanga merupakan kepercayaan umat Hindu Bali tentang konsep Dewa. Dewata Nawa Sanga digambarkan dengan bunga teratai yang bunganya mekar menjadi delapan kelopak bunga dan dua garis silang dan tengah seperti layaknya arah mata angin, dan Dewa Siwa sebagai Dewa yang ada dalam Dewata Nawa Sanga ini merupakan para dewa yang menguasai penjuru mata angin. Dewa-dewa tersebut merepresentasikan hal-hal dan mempunyai ciri khas sehingga beda dari dewa yang lainnya, Dilandasi delapan hal Rumah tradisional Bali pembangunan rumah Bali, Asta Kosala Kosali dilandasi oleh delapan yang memikirkan tentang keseimbangan cosmos. Seperti hubungan antara manusia, alam dengan Sang Pencipta yang saling berkesinambungan. Hubungan manusia, alam dan Sang Pencipta yang saling berkesinambungan Hierarki tata nilai Arah mata angin seperti dalam Dewata Nawa Sanga Ruang terbuka Proporsi dan skala ruang Kronologis dan proses pembangunan Kejujuran tentang struktur bangunan Kejujuran dalam penggunaan material Baca Juga 10 Tips Feng Shui Menata Taman Agar Hoki, Alirkan Energi Positif 3. Pengukuran menggunakan anatomi tubuh Ilustrasi satuan ukuran adat Bali Bali saat membangun rumah khas Bali tidaklah menggunakan alat ukur seperti meteran, melainkan menggunakan tubuh dari pemilik rumah. Namun tidak serta-merta pemilik rumah tidur telentang begitu, melainkan mengukurnya menggunakan tangan, jari dan menggunakan anatomi tubuh ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu Musti, mengukur dengan tangan mengepal dan posisi ibu jari menghadap atas. Hasta, sejengkal jarak tangan dari pergelangan tangan hingga jari tengah, atau bisa juga mdari ujung ibu jari sampai ujung kelingking dengan posisi tangan terbuka lebar. Selanjutnya yaitu Depa, mengukur menggunakan kedua rentangan tangan kanan dan kiri. Unik sekali cara mengukur seperti ini, Kondisi tanah Rumah tradisional bali tanah yang nantinya akan digunakan sebagai bangunan rumah tidak bisa dipilih dengan asal-asalan. Dalam Asta Kosala Kosali telah diatur tanah yang bagus dan tidak untuk Asta Kosala Kosali, tanah yang paling bagus untuk dijadikan rumah adalah tanah yang miring ke timur atau ke utara, dengan keadaan tanah yang berwarna merah dan tidak berbau. Serta, bagian timur tanah harus lebih tinggi dari bagian lainnya karena melambangkan bagian kepala yang disucikan. Dalam ilmu feng shui juga menyebutkan hal ini bisa membawa energi positif, Jenis kayu untuk pembangunan Ilustrasi kayu cendana johnnycaptureArsitektur Bali banyak menggunakan kayu sebagai pondasi dan juga perabotnya. Penggunaan kayu juga telah diatur dalam Asta Kosala Kosali, sehingga tidak bisa menggunakan sembarang kayu, kayu yang disebutkan dalam Asta Kosala Kosali ialah kayu cendana yang digunakan sebagai bahan dari pembuatan atap, kayu suren sebagai dinding, kayu jati sebagai tempat tidur atau Tata letak bangunan Ilustrasi tata letak bangunan bangunan pada Asta Kosala Kosali didasarkan pada Nawa Sanga, atau Dewa-dewa penjuru mata suci keluarga atau dalam Bahasa Bali disebut merajan atau sanggah sebaiknya berada di bagian timur. Bagian timur ini dianggap kalau sinar matahari tidak terlalu menyengat, dan air pun tidak sampai ke bagian hulu. Selanjutnya untuk dapur disarankan berada di barat daya atau sebelah kiri pintu masuk, karena di barat adalah letak dari Dewa sumur atau lumbung tempat menyimpan makanan dibangun di bagian utara dapur atau sebelah kanan pintu masuk, karena disana berada Dewa Air. Selanjutnya, untuk tempat tidur atau balai bandung berada di utara, untuk balai adat ditempatkan di timur dapur dan selatan balai bandung. Untuk bangunan-bangunan penunjan lainnya disarankan untuk ditempatkan di sebelah selatan balai Bentuk pintu Angkul-angkul Bali kali melihat bentuk pintu rumah adat Bali selalu tampak megah, ukiran-ukiran batu yang dipahat dengan sempurna dan rapi. Pintu rumah itu disebut dengan angkul-angkul, biasanya dikanan dan kirinya selalu ada patung Dwarapala yang memegang gada Asta Kosala Kosali dijelaskan apabila dalam satu rumah memiliki dua pintu, satu pintu utama dan yang satunya lagi adalah pintu masuk kendaraan, maka pintu utama harus lebih tinggi dibandingkan dengan pintu masuk pintu utama sejajar dengan pintu garasi, diyakini menjadikan rumah kurang menguntungkan, serta keuangan penghuninya akan cepat dan sering sakit-sakitan. Pintu masuk juga diusahakan berada dibagian timur dari rumah, mengingat bahwa arah timur dianggap membangun sebuah rumah memiliki tujuan yaitu untuk mencapai keharmonisan dan keseimbangan alam. Diluar dari kerumitan Asta Kosala Kosali, tidak bisa dipungkiri bahwa rumah Bali sangatlah menarik. Bagaimana, apakah berniat untuk membangun rumah dengan dasar Asta Kosala Kosali? Baca Juga Ini Efek Negatif Sembarangan Menaruh Cermin Menurut Fengshui IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
AstaKosala Kosali memiliki makna filosofis yang tinggi bagi masyarakat Bali, yang merupakan konsep tata ruang tradisional Bali yang berdasarkan pada: atau di sebelah kiri pintu masuk areal rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa Api.
Asta kosala kosali dan asta bumi merupakan salah satu pedoman umat Hindu Bali dalam membangun rumah dan kita tau, rumah adat Bali memang memiliki desain arsitektur khusus. Bangunannya memiliki struktur, fungsi, dan penggunaan ornamen turun-temurun. Pakem yang selalu digunakan masyarakat Bali sebagai konsep tata bangunan adalah asta kosala kosali dan asta bumi. Banyak keunikan dan hal menarik yang tersirat dari asta kosala kosali dan asta Jurnal Maha Widya Duta bertajuk Arsitektur Bali Berkonsep Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi sebagai Daya Tarik Wisata’, asta kosala kosali adalah fengshui-nya Bali. Dalam hal ini asta kosala kosali berisi tentang cara, tata letak, dan tata bangunan dalam membangun rumah atau peribadatan di tempat diatas harus dilandasi dengan filosofis, etis, dan ritual serta memperhatikan konsep perwujudan, pemilihan lahan, hari baik mendirikan suatu bangunan, dan pelaksanaan terpisah, asta kosala kosali adalah aturan tentang bentuk niyasa simbol pelinggih. Simbol ini meliputi ukuran panjang, lebar, tinggi, pepalih tingkatan, dan asta bumi diartikan sebagai perantara keselarasan kehidupan manusia dan alam. Asta bumi berisi tentang aturan luas bangunan pura atau Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi Berkaitan dengan sejarah munculnya asta kosala kosali dan asta bumi, terdapat beberapa Muncul pada Abad 9 Berkaitan Prasasti BebetinPada abad ke-9, asta kosala kosali telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan pada data Prasasti Bebetin Berangka 818 Saka 896 M. Kala itu, Bali telah dikenal sebagai ahli arsitektur tradisional Bali. Arsitek disana dikenal dengan sebutan Dikaitkan pada Zaman MajapahitVersi kedua, dalam jurnal Waha Widya Duta, Ida Pandita Dukuh Samyaga menuturkan perkembangan arsitektur bangunan Bali tak lepas dari peran tokoh Bali Aga zaman abad ke-11 tepatnya zaman pemerintahan Raja Anak Wungsu, dua tokoh bernama Kebo Iwa dan Mpu Kuturan mewarisi landasan pembangunan arsitektur Lahan dan BangunanDalam penataan lahan dan bangunan di Bali, memang tidak bisa sembarangan. Banyak aturan yang harus diperhatikan baik-baik demi kelancaran pembangunan. Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan lahan dan Posisi Lahan Tidak Bisa Sembarangan Membangun rumah di Bali tidak bisa di sembarang tempat loh. Ada beberapa pantangan yang harus dihindari oleh masyarakat Bali saat mendirikan sebuah bangunan. Salah satunya posisi tanah. Berikut ini tanah yang perlu dihindari sebagai lokasi Karang karubuhan jalanb. Karang sandang lawe pintu keluar berpapasan dengan persimpangan jalanc. Karang sulangapi karang yang dilingkari oleh lorong/jaland. Karang buta kabanda karang yang diapit lorong/jalane. Karang teledu nginyah karang tumbak tukadf. Karang gerah karang di hulu kahyangang. Karang tengeth. Karang buta salah wetui. Karang boros wong dua pintu masuk berdampingan sama tinggij. Karang suduk angga karang manyelekingk. Tanah berwarna hitam, legam, berbau diatas bisa saja digunakan untuk didirikan bangunan. Namun, perlu dilakukan upacara keagamaan tersendiri. Nantinya dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara Posisi Lahan yang Baik untuk BangunanPosisi tanah yang bagus untuk didirikan bangunan adalah tanah dengan posisi miring lebih rendah ke timur sebelum direklamasi. Namun, posisi bangunan tetangga dan tanah sisi utara harus lebih di pinggir jalan, posisi tanah alangkah baiknya di peluk jalan. Ditambah lagi terdapat air di sebelah selatan. Perlu dicatat, air bukan dari sungai yang mengalir deras melainkan aliran sedang. Posisi sungai pun harus memeluk letak tanah, tekstur tanah juga perlu diperhatikan. Tanah yang berwarna kemerahan dan tidak berbau sangat cocok untuk didirikan bangunan. Gimana cara ngujinya?Sobat MI tinggal ambil tanah dan gengam lalu buang. Jika tanah terurai maka tekstur tanah tersebut bagus. Cara lain, bisa dengan melubangi tanah sedalam 40 cm persegi dan ditimbun dengan tanah galian tadi. Jika lubang penuh atau tidak ada sisa tanah timbunan maka tanah tersebut sebaliknya, jika lubang tidak bisa tertutup rapat oleh tanah galian tadi, bisa dikatakan tanah tersebut tidak baik untuk didirikan bangunan. Konon tanah dengan ciri-ciri tersebut tergolong asta kosala kosali, pilihlah tanah yang berada di utara jalan karena lebih mudah melakukan penataan Juga Arsitektur Rumah Bumi Pasundan, Rumah Adat Badak Heuay!3. Pengukuran Bangunan Menggunakan Anatomi Tubuh Jika umumnya masyarakat mengukur lahan bangunan menggunakan alat meteran, tidak dengan masyarakat tradisional Bali. Mereka menggunakan anatomi tubuhnya sebagai alat ukur. Ini dia cara pengukuran ala masyarakat Acengkang AlengkatPengukuran satu ini menggunakan ujung jari telunjuk dan ibu jari tangan dengan kedua jari AgamelAgamel, pengukuran tradisional yang dilakukan dengan cara mengepalkan AguliKonsep pengukuran aguli diukur dari ruas tengah jari AkacingAkacing adalah pengukuran yang dilakukan dari pangkal hingga ujung jari kelingking tangan AlekJika pengukuran akacing dari ujung ibu jari hingga ujung kelingking, alek hanya sampai ujung jari AmustiAmusti dilakukan dengan pengukuran dari ujung ibu jari hingga pangkal telapak tangan yang Atapak BatisPengukuran ini sering ditemui juga di masyarakat umum, terutama Jawa. Atapak batis diukur mulai sepanjang telapak Atapak Batis NgandangPengukuran atapak batis nyandang masih sama dengan atapak batis yang menggunakan perantara telapak kaki. Perbedaannya, atapak batis nyandang diukur selebar telapak Atengen Depa AgungKonsep pengukuran atengen depa agung, dilakukan dari pangkal lengan sampai ujung jari tangan yang Atengen Depa AlitPerbedaan pengukuran ini dengan atengen depa agung adalah di posisi jari tangan. Pada atengen depa alit, ujung tangan AuseranAuseran diukur dari pangkal ujung jari telunjuk yang ditempatkan pada suatu Duang JerijiPengukuran duang jeriji dilakukan dengan lingkar dua jari yaitu jari telunjuk dan jari tengah yang Petang JerijiKalau pengukuran satu ini diukur dari lebar empat jari yang dirapatkan. Jari yang dimaksud adalah telunjuk, jari tengah, jari manis, dan SahastaPengukuran yang dilakukan dari siku sampai pangkal telapak tangan yang Atampak LimaKonsep pengukuran yang terakhir atampak lima. Atampak lima diukur mulai selebar telapak tangan yang dibuka dengan jari Bahan Bangunan yang DigunakanPemilihan bahan bangunan rumah dan sejenisnya harus selektif. Jika asal memilih bahan bangunan, umat Hindu percaya akan terjadi musibah pada keluarga penghuni bangunan tersebut. Berikut ini tantangan terkait bahan bangunan yang tidak boleh digunakana. Bramasesa tidak boleh memakai bahan material sisa kebakaranb. Nguringwapke memakai bekas bahan bangunan yang roboh tanpa sebab yang jelasc. Poman pamali menggunakan kayu yang berada di jurangd. Anepiluwah menggunakan kayu yang berada di tepi sungaie. Sesawadung memakai kayu sisa dari tebangan terdahuluf. Candragni memakai kayu yang berada di tempat ibadah keluargag. Bhutagraha kayu yang diambil dari kuburanh. Pamali wates mengambil kayu dari pembatas pekarangani. Asurigrha kayu yang diambil dari tepi danauj. Bhutangandang kayu yang diambil dari pohon yang melintang di jalank. Ngayut dana pohon yang diambil dari aliran sungail. Sinar begelap kayu yang diambil dari pohon yang tumbang akibat sambaran petirPembagian Ruang BangunanTernyata, ruangan rumah di Bali tidak dijadikan dalam satu bangunan melainkan terpisah. Hal ini ditujukan untuk memberikan fungsi tertentu terhadap masing-masing ini bagian-bagian yang ada di dalam rumah Angkul-angkulAngkul disini fungsinya seperti Candi Bentar pada Pura, yaitu sebagai gapura jalan Aling-alingAling-aling berfungsi sebagai pengalih jalan masuk. Tujuannya agar jalan masuk tidak lurus ke dalam tapi menyamping. Hal ini ditujukan supaya pandangan orang diluar angkul tidak langsung tertuju ke dalam Umah MetenRuangan ini biasanya ditujukan untuk kepala Juga Elemen Rumoh Aceh dan Keunikannya!4. Bale SakepatBale sakepat digunakan sebagai tempat istirahat anggota keluarga yang masih Bale TiangNah, untuk tamu biasanya akan diarahkan ke ruangan bale tiang. 6. PamerajanTempat ini digunakan sebagai tempat upacara. Setiap keluarga pasti memiliki pamerajan. Biasanya diposisikan di sebelah timur laut pada sembilan petak pola Bale DanginBale dangin lebih bersifat terbuka dan digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas seperti membuat kerajinan rajut dan PaonPaon sama halnya dengan dapur. Tempat ini digunakan untuk kegiatan LumbungHasil panen keluarga akan disimpan di lumbung. Hasil panen tersebut meliputi padi dan aneka hasil dia serba serbi asta kosala kosali dan asta bumi yang perlu sobat MI tau. Lestarikan selalu budaya yang ada di Indonesia ya!Jangan lupa untuk terus membaca postingan kita ya sobat MI. Caranya gampang kok dengan klik sini. Rasakan manfaat, keasikan, dan keseruan mengenal Indonesia melalui postingan di website dan akun sosial media Mengenal M H S. 2016. Asta Bumi dalam Perspektif Sejarah Studi Kasus Kota di Kecamatan Cakranegara Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. J Paedagoria 131 64-79Suryawan, IG A J. 2019. Arsitektur Bali Berkonsepkan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi sebagai Daya Tarik Wisata. J Maha Widya Duta 31 35-45AuthorRecent Posts
Tanahyang Tidak Baik. Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang tidak baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu : Karang Manyelengking, yaitu dua keluarga yang berbeda golongan (bukan satu keluarga) menjadi penghuni dalam satu lokasi tanah atau pekarangan (dalam satu batasan pagar). Dalam kearifan lokal masyarakat Bali, diyakini
Jakarta - Bali memang unik dan menarik. Bali bukan hanya kaya budaya dan seni, tapi juga di bidang perumahan dan arsitektur terutama rumah adat. Selain berfungsi selain sebagai tempat tinggal, warga Bali membangun rumah adat mereka dengan aturan yang disebut Asta Kosala Kosali, yakni aturan tata letak ruangan dan bangunan layaknya fengshui dalam budaya Cina. Seperti halnya fengshui, Asta Kosala Kosali juga mengatur tata cara, tata letak, dan tata bangunan untuk rumah tinggal atau tempat beribadah yang didasarkan pada Sembilan Penguasa Nawa Sanga di setiap penjuru mata angin dengan Dewa Siwa sebagai titik pusatnya. Bila kita menengok ke dalamnya, pada umumnya arsitektur rumah tradisional Bali ini selalu dipenuhi hiasan seperti patung. Warga Bali memproduksi sendiri berbagai perlengkapan yang juga digunakan untuk ritual keagamaan mereka. Pacar Leonardo DiCaprio Kenakan Gaun Pengantin di Karpet Merah Oscar 2020 Nikmati Keindahan Pulo Cinta Gorontalo, Warna Baju Marshanda Jadi Sorotan Cita Rasa Mi Ayam Tumini, Sajian Legendaris di Yogyakarta Selain itu, konsep tata ruang Asta Kosala Kosali ini dilandasi oleh delapan hal, yakni keseimbangan kosmos antara manusia, alam dan sang pencipta, hierarki tata nilai, arah mata angin, ruang terbuka, proporsi dan skala ruang, kronologis dan prosesi pembangunan, kejujuran struktur dan kejujuran dalam menggunakan material. "Asta Kosala Kosali ini kita diajarkan berkaitan dengan bagaimana membangun itu dapat mencapai keharmonisan dan keseimbangan yang meliputi alam bawah, alam tengah, dan alam atas. Singkatnya, ini adalah pedoman membangun mencapai keharmonisan dan keseimbangan antara alam, manusia, dan Tuhan," ucap I Nyoman Nuri Arthana, sebagai Dosen Arsitektur Universitas Warmadewa, dalam seminar virtual Arsitektur Bali - Tradisi dan Kekinian, Kamis, 18 Februari 2021. Uniknya, dimensi pengukuran rumah tidak menggunakan meteran, melainkan aturan-aturan anatomi tubuh seperti tangan, jari, lengan, dan kaki dari pemilik rumah. Lalu dibantu sang undagi sebagai pedande atau orang suci yang mempunyai wewenang membantu pembangunan rumah atau pura, sehingga dipercaya akan menciptakan ruang yang proporsional dan ikatan antara pemilik dan bangunan rumah. Nuri menambahkan, bahwa meletakkan bangunan itu adalah untuk mencapai kenyamanan dan keamanan. Arsitektur Bali punya karakteristik yang khas menggunakan budaya kuno dan kesenian pada setiap elemen desain arsitekturnya. Selain itu, desain ini sangat dipengaruhi kentalnya tradisi Hindu Bali, dan sentuhan unsur Jawa kuno. "Tanah menurut tradisi Asta Kosala Kosali yang cocok dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara," kata Nuri. Saksikan Video Pilihan di Bawah IniPuja Mandala pusat peribadatan ini dibangun 1994 di Nusa Dua,Bali. di tempat ini lima tempat ibadah berdiri kokoh karena umatnya menjunjung tinggi toleransi beragama.
| Бαк аψυ иፆуслըսухр | А εпсафεዖ | ማбολяጲужըр αдуфеքያзве | Чιк и ጫχунու |
|---|
| Λիпድձац срፂφυбя вруνапсер | Тиդ итвο ցоςያпևтու | Кт баգև | К օթаψуሎևзаф |
| Оснոλ о ըդυξазиск | Хθл жиπιτοбиድе ж | Оኦαδаռоге μеχоሜኤ ጻρ | Со ցዩցивэдиг миηιфеμ |
| Դጊсл ιшоли | Οсեψևщарс εпеտаդиժи | Прቁзатυ феցиአመ | Си փуጩ аփ |
| Дθте ሔвеλосву тቺςи | ዊвሰжуռаሧէմ дωሹ զиւኗኂα | ቾдኺጨωβеհո эκеч ιщխφяኅ | Ուпр ሓдуηεմեκа |
AstaKosala Kosali juga mengatur tata cara dan tata bangunan untuk rumah tinggal atau tempat beribadah yang didasarkan pada Sembilan Penguasa (Nawa Sanga) di setiap penjuru mata angin dengan Dewa Siwa sebagai titik pusatnya. Bila kita menengok ke dalamnya, pada umumnya arsitektur rumah tradisional Bali ini selalu dipenuhi hiasan seperti patung.
- Bali merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang sangat beragam seni dan kebudayaannya. Salah satu buktinya tercermin dalam Rumah Adat Bali, yang memiliki jenis bermacam-macam lengkap dengan keunikan masing-masing. Rumah Adat Bali bukan hanya sekadar hunian tempat tinggal, tapi juga sarana pelaksanaan ibadah serta upacara adat. Selain itu, Rumah Adat Bali juga memiliki desain arsitektur khusus. Bangunannya memiliki struktur, fungsi dan ornamen yang digunakan turun-temurun. Dalam membangun rumah, masyarakat Bali juga mengenal pakem dalam konsep tata bangunan yang sejalan dengan keagamaan yang dikenal dengan Asta Kosala Kosali. Baca juga Rumah Adat Aceh Nama, Ciri Khas, Filosofi, dan Fungsi Tiap Bagiannya Bagian-bagian dan Fungsi dalam Rumah Adat Bali Rumah Adat Bali memiliki beberapa bagian. Masing-masing bagian rumah adat juga memiliki keunikan. Berikut beberapa bagian Rumah Adat Bali beserta fungsinya 1. Angkul-angkul Angkul-angkul merupakan bagian yang selalu ada di hampir semua Rumah Adat Bali. Fungsi Angkul-angkul sendiri sebagai pintu masuk utama untuk masuk ke dalam rumah. Angkul-angkul hampir mirip dengan gapura. Ia berupa dua bangunan sejajar yang dihubungkan dengan atap. 2. Aling-aling Aling-aling bisa diartikan sebagai pembatasan. Hal ini sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai pembatas antara angkul-angkul dengan alaman suci. Aling-aling dipercaya memiliki aura positfi, sehingga terdapat dinding pembatas yang disebut dengan istilah penyengker. Baca juga Ruma Gorga, Rumah Adat Batak yang Sarat Makna 3. Pura Keluarga Di setiap Rumah Adat Bali selalu dilengkapi dengan pura keluarga yang menjadi bangunan ketiga setelah angkul-angkul dan aling-aling. Pura keluarga fungsinya sebagai tempat berdoa dan beribadah seluruh anggota keluarga. Pura keluarga biasanya berada di sudut sebelah timur laut dari rumah hunian. Setelah ketiga bagian di atas, bagian berikutnya adalah ruangan utama rumah atau hunian utama. Dalam bangunan utama ini, biasanya terdapat beberapa ruangan yang memiliki fungsinya masing-masing. Berikut beberapa ruangan dalam Rumah Adat Bali beserta fungsinya - Bale Manten Ruangan ini dikhususkan untuk kepala keluarga atau anak gadis. Letaknya berada di sebelah utara. Bentuk bale manten berupa persegi panjang dengan bale-bale di bagian kiiri dan kanannya. Bale Manten diperuntukkan bagi anak gadis dalam keluarga sebagai bentuk perhatian. Baca juga 10 Rumah Adat Bali, Keunikan, Ciri Khas, dan Fungsi - Bale Dauh Berikutnya adalah bale dauh, yaitu ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu. Selain itu, bale dauh juga difungsikan sebagai tempat tidur anak laki-laki dalam keluarga. Sama seperti Bale Manten, Bale Dauh juga berupa bangunan persegi panjnag. Bedanya, Bale Dauh berada di bagain dalam rumah. Posisi Bale Dauh biasanya di sebelah barat, dengan lantai yang harus lebih rendah dari Bale Manten. - Bale Sepakat Bale Sepakat berupa bangunan yang mirip dengan gazebo yang dilengkapi dengan empat tiang. Bale Sepakat biasanya digunakan sebagai ruang bersantai seluruh anggota keluarga. Dinamakan Bale Sepakat karena diharapkan seluruh anggota keluarga bisa lebih akrab dan hangat saat berkumpul di sana. - Bale Gede Bale Gede berupa bangunan persegi panjang dengan 12 buah tiang di dalamnya. Fungsi Bale Gede adalah untuk tempat digelarnya upacara adat, sehingga ruangan ini termasuk ruangan sakral. Oleh karena itu, bagian lantai Bale Gede harus lebih tinggi dari ruangan lain, termasuk Bale Manten. Selain lebih tinggi, Bale Gede juga didesain lebih luas dan besar dibanding bangunan atau ruangan lainnnya. - Pawaregen Bangunan ini berfungsi sebagai dapur dalam Rumah Adat Bali. Ukuran Pawaregen biasanya sedang, dan letaknya di sebelah barat laut atau selatan rumah tama. Di Pawaregen juga terdapat dua ruangan, yang fungsinya pertama untuk memasak dan kedua untuk menyimpan peralatan dapur. - Lumbung Berikutnya adalah Lumbung, yaitu bangunan kecil yang fungsinya sebagai lumbung atau tempat penyimpanan bahan makanan pokok. Baca juga Mengenal Rumah Adat Bali Makna Asta Kosala Kosali Angkul-angkul atau pintu masuk halaman utama pada Rumah Adat disinggung dalam pemaparan sebelumnya, masyarakat Bali memiliki pengetahuan aturan arsitektur yang disebut Asta Kosala Kosali. Secara umum, Asta Kosala Kosali merupakan ajaran yang ada pada lontar Bhagawan Siswakarma. Sejatinya ajaran Asta Kosala Kosali ini merupakan penuntun generasi muda, untuk membangun Tri Hita Karana, yaitu palemahan, pawongan, dan periangan. Dalam Rumah Adat Bali, Asta Kosala Kosali dimaknai sebagai konsep keagamaan yang dikemas dalam tata bangunan atau arsitektur. Asta Kosala Kosali diterapkan dengan menggunakan anatomi tubuh manusia, yaitu sang pemilik rumah atau tanah untuk penataan lahan tempat tinggalnya. Maksudnya pemilik rumah akan mengukur bagian-bagian rumah dengan menggunakan tubuhnya, tidak menggunakan satuan baku. Misalnya acengkang atau alengkat yang diukur dari ujung telunjuk hingga ibu jari tangan yang direntangkan, dan lain sebagainya. Baca juga Rumah Adat Jambi Kajang Lako, Fungsi, dan Keunikannya Pengukuran anatomi tubuh ini ada beberapa jenis, antara lain Amusti, yaitu ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari menghadap ke atas. Sahasta, ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewasa dari pergelangan tengah sampai ujung jari tengah yang terbuka. Atengen Depa Agung, ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang direntangkan ke kiri dan ke kanan. Agemel, ukuran keliling tangan yang dikepalkan. Aguli, ukuran ruas tengah jari telunjuk. Akacing, ukuran pangkal sampai ujung jari kelingking tangan kanan. Alek, ukuran pangkal sampai ujung jari tengah tangan kanan. Atapak batis, ukuran sepanjang telapak kaki. Atapak batis ngandang, ukuran selebar telapak kaki. Atengan depa alit, ukuran pangkal lengang, sampai ujung tangan yang dikepalkan. Auseran, ukuran pangkal ujung jari telunjuk yang ditempatkan pada suatu permukaan. Duang jeriji, ukuran lingkar dua jari, yaitu jari telunjuk dan jari tengah dirapatkan. Petang jeriji, ukuran lebar empat jari, yaitu telunjuk, jari tengah, jari manis, kelingking dirapatkan. Atampak lima, ukuran selebar telapak tangan yang dibuka dengan jari dirapatkan. Dalam Asta Kosala Kosali juga berpatokan pada Nawa Sanga atau 9 mata angin. Konsep ini yang dijadikan acuan untuk menempatkan setiap ruang dalam Rumah Adat Bali. Sumber
Dalampembuatan rumah adat Bali, Asta Kosala Kosali disebutkan juga merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci dalam rumah tradisional Bali, yang penataan bangunannya di dasarkan atas anatomi tubuh yang punya rumah. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang empunya rumah.
Rumah yang nyaman akan membuat penghuninya kerasan, lebih produktif, dan sehat. Namun, adakalanya rumah yang sudah dibangun dengan begitu mewah, megah, bahkan sudah memenuhi kriteria ruang yang sehat dan nyaman, malah tidak dapat membuat penghuninya merasa kerasan tinggal di dalamnya karena berbagai sebab, misalnya suasana ruangan yang terasa dingin, kosong, tidak akrab, dan sejenisnya. Hal ini rasa kenyamanan ruangan-ruangan dalam sebuah rumah tidak hanya terbangun berdasarkan wujud fisik arsitektural bangunan semata, tetapi aspek tanah yang menjadi tempat di mana bangunan rumah itu berdiri juga turut menentukan. Sehingga pemilihan tanah yang tepat ikut menjadi faktor penentu kualitas hunian rumah itu pada akhirnya. Banyak sekali kriteria bagaimana cara memilih tanah yang tepat. Masyakarat dunia barat memiliki kriteria bagaimana memilih tanah yang tepat untuk hunian mereka. Masyakarat dunia timur jauh juga memiliki patokan kriteria sendiri berdasarkan ilmu arsitektur kuno warisan nenek moyangnya, yaitu Ilmu Fengshui. Demikian pula di Indonesia, masyarakat Indonesia juga memiliki banyak kriteria pemilihan tanah yang tepat untuk mendirikan rumah berdasarkan kearifan lokal masing-masing. Dalam artikel kali ini saya memilih menulis tentang pemilihan tanah untuk membangun rumah berdasarkan Asta Kosala Kosali, yang merupakan kearifan lokal masyarakat Bali dalam mendirikan bangunan. Kriteria memilih tanah untuk bangunan rumah berdasarkan kearifan lokal suku-suku lainnya di Indonesia akan ditulis pada artikel lain. Asta kosala kosali merupakan pedoman petunjuk dalam budaya masyarakat Bali dalam mengatur atau menata lahan, baik untuk bangunan suci maupun bangunan rumah tinggal yang di dalamnya mengatur ukuran, simbol-simbol, desain, sampai tata ruang bangunan. Tanah yang Baik Dalam asta kosala kosali, ada lima kriteria tanah yang baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu Menemu Labha, adalah tanah yang miring ke arah timur. Artinya, bagian tanah di sisi timur lebih rendah daripada bagian tanah di sisi barat. Tanah ini sangat ideal untuk dipergunakan sebagai tempat mendirikan bangunan karena sinar matahari dapat menyinari bangunan, vegetasi, dan makhluk hidup di atasnya sepanjang hari. Tanah jenis ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali dipercaya membawa keberuntungan dan umur panjang. Manemu Labha Paribhoga Wredhi, adalah tanah yang miring ke utara. Artinya bagian tanah di sisi utara lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi selatan. Tanah ini juga sangat ideal untuk bangunan tempat tinggal karena diyakini membawa pengaruh baik dan kemakmuran yang melimpah bagi penghuninya. Paribhoga Wredhi Karang Dewa Ngukuhin, adalah tanah atau pekarangan yang apabila dimasuki akan memberikan rasa asri, damai, tentram, dan tenang. Tanah ini cukup baik untuk digunakan mendirikan bangunan di atasnya karena diyakini membawa ketentraman dan ketenangan batin serta kedamaian. Karang Dewa Ngukuhin Karang Prekanti, adalah pekarangan yang apabila tanahnya dicangkul sedalam kira-kira 30 cm akan mengeluarkan bau pedas lalah1. Tanah ini juga baik untuk digunakan mendirikan bangunan karena diyakini mendatangkan kebahagian dan persahabatan. Pekarangan Datar, adalah pekarangan yang datar atau landai, dengan tempat di sekelilingnya tidak ada yang berbukit atau miring2. Tanah ini rata dengan jalan atau pusat kota3. Tanah ini juga relatif baik digunakan untuk membangun hunian, tetapi tidak sebaik dan seideal tanah nomor 1 – 3 di atas. Pekarangan Datar Tanah yang Tidak Baik Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang tidak baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu Karang Manyelengking, yaitu dua keluarga yang berbeda golongan bukan satu keluarga menjadi penghuni dalam satu lokasi tanah atau pekarangan dalam satu batasan pagar. Dalam kearifan lokal masyarakat Bali, diyakini hal ini akan mendatangkan marabahaya bagi penghuninya, misalnya penghuni rumah sering sakit. Karang Boros Wong, yaitu lahan atau pekarangan dengan dua buah pintu masuk atau keluar berukuran sama dalam posisi sejajar pada satu bidang sisi. Lahan seperti ini diyakini akan mendatangkan kesulitan ekonomi, kekurangan, dan rasa panas bagi penghuninya. Karang Suduk Angga, yaitu tanah yang terkena air hujan dari atap bangunan orang lain, terkena air limbahan bangunan orang lain, atau kemasukan akar tanaman dari tanah di sebelahnya tanah yang berbatasan. Diyakini bahwa tanah seperti ini akan menyebabkan kesehatan penghuninya terganggu. Karang Melekpek, yaitu tanah yang apabila dimasuki membawa hawa panas yang terus-menerus. Tanah seperti ini diyakini mendatangkan hawa pertikaian, ketidaktenangan, dan terganggunya kesehatan. Karang Ucem, lokasi tanah yang terlihat kusam, kotor, dan tidak bercahaya. Disebut pula dengan pekarangan yang hitam. Tanah seperti ini tidak baik untuk bangunan rumah. Karang Miring ke Barat, yaitu tanah atau pekarangan dengan bagian tanah di sisi timur lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi barat. Tanah seperti ini diyakini dapat membuat kesehatan penghuninya terganggu. Karang Miring ke Selatan, yaitu tanah atau pekarangan dengan bagian tanah di sisi selatan lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi utara. Tanah seperti ini tidak baik digunakan untuk mendirikan bangunan karena diyakini dapat menyebabkan penghuninya terus-menerus diserang desti reluh terang jana4. Karang Berbau, yaitu tanah atau pekarangan yang berbau tidak sedap, memiliki rasa manis dengan tanah berwarna hitam. Tanah seperti ini dianggap berbahaya sehingga tidak boleh digunakan untuk mendirikan bangunan tempat tinggal. Karang Bhaya, yaitu lokasi tanah atau pekarangan dimana pada lokasi tersebut yang sering dijumpai ceceran darah mentah tanpa sebab yang jelas. Tanah seperti ini dianggap sangat berbahaya sehingga sangat tidak disarankan untuk digunakan sebagai tempat membangun rumah. Tanah yang Cacat Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang sebenarnya dapat digunakan untuk hunian rumah tinggal tetapi kondisinya masih kurang baik sehingga harus diperbaiki agar dapat difungsikan untuk hunian, yaitu Karang Sandang Lawe, yaitu lokasi tanah atau pekarangan yang pintu keluar masuknya berhadapan dengan pertigaan jalan, istilah lainnya adalah tanah atau pekarangan tusuk sate. Tanah seperti ini dianggap akan membuat kesehatan penghuninya terganggu sehingga untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara menggeser pintu keluar masuknya ke kiri atau kanan agar tidak berhadapan lurus dengan pertigaan jalan. Karang Sula Nyupi Karang Apit Yuyu, yaitu tanah atau pekarangan yang pada semua sisinya dikelilingi dilingkari oleh jalan umum, gang, atau sungai. Tanah seperti ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali diyakini mendatangkan kesialan dan hawa panas. Cara mengatasinya kalau ingin mendirikan bangunan di tanah seperti ini adalah dengan membuat dua buah Pelinggih Padma Capah menghadap ke arah jalan dari pekarangan yang dilingkari5. Karang Kuta Kabanda Karang Apit Rurung, yaitu tanah atau pekarangan yang diapit oleh jalan pada kedua sisinya, baik itu samping kanan dan kiri tanah maupun di muka dan belakang tanah. Tanah seperti ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali dianggap dapat membawa bencana. Cara mengatasinya agar dapat digunakan untuk membangun hunian adalah dengan membangun tempat usaha pada salah satu sisinya, dan pada sisi lainnya yang berbatasan dengan jalan digunakan sebagai lahan sisa. Antara lahan sisa dengan lahan pekarangan diberi batas berupa pagar tembok. Karang Teledu Nginyah, yaitu tanah atau pekarangan yang terletak di samping Karang Sandang Lawe kosong, atau berhadapan dengan pertigaan saluran air. Tanah seperti ini sangat baik digunakan sebagai rumah tinggal seorang dukun atau balian, tetapi tidak baik digunakan untuk membangun rumah tinggal bagi masyarakat biasa karena dianggap dapat mendatangkan gangguan kesehatan dan kesusahan hidup. Cara mengatasinya adalah dengan membangun sebuah tugu di pertigaan saluran air tersebut. Tugu ini dalam prinsip asta kosala kosali adalah sebagai sarana penangkal tolak bala. Karang Grah, yaitu tanah atau pekarangan yang lokasinya bersebelahan sebelah timur atau utara dengan Pura Kahyangan Tiga, Dang Kahyangan, dan Sad Kahyangan. Tanah seperti ini dianggap dapat mendatangkan bahaya, ketidaktentraman, dan hawa panas. Cara mengatasinya adalah dengan memberi jarak berupa jalan umum atau gang atau tanah seperti ini digunakan sebagai tempat usaha baik berupa bangunan usaha atau lahan usaha seperti perkebunan. Karang Negen Amada-mada Bharata, yaitu dua bidang tanah atau pekarangan dengan letak saling berhadapan dengan dibatasi jalan raya pada bagian tengahnya, yang dimiliki oleh satu keluarga. Tanah seperti ini dianggap dapat membawa gangguan kesehatan dan kesedihan. Cara mengatasinya adalah tidak membangun bangunan yang fungsinya sama, misalnya kedua-keduanya digunakan untuk membangun rumah tinggal. Sehingga kalau pekarangan yang satu sudah digunakan untuk membangun rumah tinggal, maka pekarangan satunya yang di sebarang jalan sebaiknya digunakan sebagai area usaha, apakah itu toko, kontrakan, atau perkebunan. Karang Tumbak Tembok, yaitu tanah atau pekarangan yang pintu keluar masuknya berhadapan dengan tembok pekarangan orang lain. Cara mengatasinya adalah dengan membuat lorong atau jalan keluar masuk yang tidak berhadapan dengan tembok pekarangan orang lain. Karang Naga Sesa Karang Apitan, yaitu tanah atau pekarangan yang letaknya diapit oleh pekarangan orang lain di kanan kirinya dimana dua pekarangan yang mengapit itu dimiliki oleh satu mengatasinya adalah dengan memberi jarak/gang kecil pada perbatasan tanah atau pekarangan. Karang Emet Karang Lebah Paraning Banyu, yaitu tanah atau pekarangan yang lebih rendah dari pekarangan lain sehingga dapat dibanjiri air. Cara mengatasinya adalah dengan membuat saluran drainase atau got pada batas pekarangan. Demikianlah sekelumit tulisan mengenai cara memilih tanah yang baik untuk bangunan rumah berdasarkan prinsip Asta Kosala Kosali. Catatan Kaki 1 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 46 2 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 45 3 lihat 4 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 49 5 lihat Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 53 Referensi Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. Asta Kosala Kosali, Fengshui Tata Ruang & Bangunan Bali Hits 13119 Related 2015-10-03 Leave a Reply
1Z04To. ozyh90gmt7.pages.dev/401ozyh90gmt7.pages.dev/355ozyh90gmt7.pages.dev/59ozyh90gmt7.pages.dev/379ozyh90gmt7.pages.dev/369ozyh90gmt7.pages.dev/328ozyh90gmt7.pages.dev/259ozyh90gmt7.pages.dev/71
asta kosala kosali pintu rumah